Curhat merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia modern.
Mungkin.
Seolah menjawab kebutuhan tersebut, saat ini tersedia banyak
media untuk menyalurkan curhat. Ada yang sukanya curhat di Twitter, atau Path.
Ada juga yang sukanya curhat di blog, kaya gue.
Kalau waktu kecil gue suka nulis di buku diary. Buku itu gue
sentuh hanya saat pikiran dan perasaan gue agak ‘terusik’.
Saat gue menulis, gue bisa menjadi sangat lepas. Gue bisa
membuka apa aja, yang ga bisa gue ceritain. Gue merasa seperti ga memiliki
batasan. Gue bebas menyalurkan perasaan, pemikiran, atau apapun.
Melalui tulisan pun gue ga khawatir mengenai masalah privasi,
karena gue sendiri yang memfilter mana yang mau gue bagi dan mana yang harusnya
gue simpan.
Tapi curhat dengan tulisan, lewat buku diary ataupun blog ga
pernah bisa berhasil menyelesaikan masalah, memberi masukan ataupun solusi.
Walaupun ada feedback melalui comment atau apa, tetap aja menurut gue ga cukup.
Kalo gue pribadi lebih memilih untuk curhat langsung sama
orang terdekat, bisa dengan sahabat atau orang yg kita percaya.
Dan dari semua pilihan, gue lebih suka curhat ke “Mama”.
Beliau selalu jadi pendengar yang baik buat gue. Disana gue nemuin
"bahu" dan "telinga" untuk berbagi. Apapun masalah nya, gue
selalu sharing. Dan Mama juga yang selalu memberikan gue pandangan lain dari
sisi sebagai orang tua sekaligus pendengar.
Sebenernya ga ada inti dari tulisan gue kali ini, cuma obrolan
sama Beby beberapa hari lalu di HS event bikin menyeruak ke otak terus. (Halah
bahasa gue )
Kalimat ini terlontar dari mulut sahabatnya sendiri.
“Dia emang gitu kak, anaknya pemikir. Kalo punya masalah suka
di pendem sendiri."
Giliran di tanya, dia bilang "Ga pernah di pendem
sendiri kok” tapi saat dia ngomong gini,
mata dia tuh kaya bicara banyak.
Huftnju.
Ga mudah menemukan orang yang tepat untuk berbagi cerita.
Curhat ke sahabat memang menyembuhkan sih, tapi sosok orang tua sebagai tempat
curhat terbaik belum tergantikan.
Walau hanya dengan menceritakan sedikit hal, dengan curhat terkadang
ngerasa sangat lega seolah udah membagi semuanya.
Gatau kenapa, sampe sekarang masih pengen peluk Nju pake
banget lho :’)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar